Halaman

Senin, 02 April 2012

TUGAS HUKUM INDUSTRI (TUGAS KELOMPOK)

Bambang kini tengah menangani beberapa perkara HKI, antara lain perkara sengketa merek yang sedang dihadapi kliennya yakni PT. Puri Intirasa pemilik restoran ”Waroeng Podjok” yang telah lama beroperasi di mal Pondok Indah, Pacific Place, Plaza Semanggi dan beberapa mal lainnya. Menurut Bambang, sengketa merek kliennya dengan pihak Rusmin Soepadhi diawali dengan adanya somasi kepada kliennya serta peringatan terbuka di harian umum oleh pihak Rusmin sebagai pendaftar merek ” warung pojok”. Atas dasar itu serta hasil penelitian bahwa pihak Rusmin baru melakukan pendaftaran tahun 2002 setelah ”Waroeng Podjok” dikenal umum dan terindikasi adanya pendaftaran tanpa itikad baik, pihak Waroeng Podjok milik PT. Puri Intirasa yang diwakilinya melayangkan gugatan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga.
Bambang mengatakan, pihaknya melayangkan gugatan ke pihak Rusmin bukan tanpa alasan, lantaran antara lain karena kliennya sudah mengoperasikan restoran dengan nama ”Waroeng Podjok” sejak tahun 1998 dan dapat dibuktikan dengan adanya Surat Setoran Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah sejak tahun 1999. Klien kami juga dapat membuktikan adanya Surat Keputusan pengukuhan pajak dari Kepala Dinas Pemerintahan Daerah pada tahun 1999. Disamping itu klien kami juga sudah mendapatkan pengakuan dari Ditjen Pariwisata sehubungan dengan usaha makanan tradisionalnya. Bahkan sejak itu beberapa media cetak lokal maupun lingkup Asia telah meliput usaha kuliner tradisional ”Waroeng Podjok”.
“Klien kami menggugat karena memang melihat adanya pelanggaran, itikad tidak baik dan kesewenangan dalam pendaftaran nama Warung Pojok oleh pihak Rusmin. Klien kamilah yang pertama menggunakan nama Waroeng Podjok sejak 1998. Namun pihak Rusmin mengirim somasi pada klien kami dan membuat pernyataan terbuka di harian umum bahwa mereka sebagai pendaftar merek ”Warung Pojok” dan seolah penggunaan merek ”Waroeng Podjok” oleh PT. Intirasa adalah ilegal.
Akhirnya dalam proses pengadilan terbukti bahwa PT Puri Intirasa merupakan pihak yang terlebih dulu membuka usaha dengan nama “Waroeng Podjok”. Sehingga tuntutan pihak Rusmin terhadap PT Puri Intirasa agar tidak menggunakan nama ”Waroeng Podjok” serta membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 6 miliar, seluruhnya ditolak pengadilan dengan salah satu pertimbangan bahwa PT Puri Intirasa telah lebih dahulu melakukan usaha restoran dengan nama ”Waroeng Podjok”.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim juga mengingatkan bahwa istilah/kata ”Warung Pojok” sudah dikenal dari masa ke masa.
Bambang melanjutkan, meskipun gugatan balik pihak Rusmin seluruhnya ditolak Majelis Hakim, terasa masih ada yang menggantung, yakni Majelis Hakim belum memerintahkan mencabut pendaftaran merek “Warung Pojok”. Apabila nama itu memang dianggap sudah ada dari masa ke masa yang artinya sudah dianggap milik umum, maka semestinya Pengadilan memerintahkan pencabutan pendaftaran merek tersebut agar tidak menjadi monopoli pihak pendaftar saja, dan pihak lain dapat menggunakannya.
Bahkan dalam proses persidangan terungkap bahwa sejak pendaftarannya pada tahun 2002 nama “Warung Pojok” tidak pernah digunakan oleh pihak Rusmin. Baru pada awal tahun 2008, tidak lama sebelum mengajukan somasi dan peringatan terbuka di harian umum pihak Rusmin menggunakan nama itu untuk restorannya yang baru dibuka. Berdasarkan ketentuan pasal 61 ayat 2 a UU Merek semestinya Ditjen HKI menghapus pendaftaran merek tersebut karena telah tidak digunakan lebih dari tiga tahun sejak pendaftarannya.
Kasasi ke Mahkamah Agung
Lantaran tuntutan membayar ganti rugi materill dan immaterill serta tuntutan agar PT Puri Intirasa tidak lagi menggunakan nama “Waroeng Podjok” seluruhnya ditolak Majelis Hakim, pihak Rusmin mengajukan kasasi atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung, yang didaftarkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada hari Senin tanggal 8 September 2008 lalu.
Menghadapi upaya kasasi tersebut, Bambang mengatakan pihaknya telah mempersiapkan beberapa langkah antisipasi. Kami berharap Mahkamah Agung mempertimbangkan kenyataan bahwa pihak pendaftar merek ”warung pojok” tidak pernah menggunakan nama tersebut sejak pendaftarannya pada tahun 2002 hingga pertama kalinya di awal tahun 2008. Menurut UU Merek jika dalam rentang waktu tiga tahun suatu merek tidak digunakan, maka Ditjen HKI akan menghapus pendaftaran merek tersebut. Tanpa adanya tuntutan dari pihak lainpun seharusnya Ditjen HKI berinisiatif menghapus pendaftaran merek tersebut, sebagaimana diamanatkan UU.
Sumber : www.majalahfranchise.com
http://indocashregister.com/2009/01/02/kasus-sengketa-merek-waroeng-podjok-vs-warung-pojok-mesinkasir/

Tanggapan:
Kemungkinan pihak "Warung Pojok" mungkin memang melakukan plagiatisme. Karena "Waroeng Podjok" telah lama berdiri dan sudah terkenal di masyarakat lokal dan bahkan luar negeri, juga banyak di media-media cetak, sehingga ada pihak yang meniru , berharap masyarakat akan beralih ke "Warung Pojok" atau menganggap itu sebagai cabangnya "Waroeng Podjok". Untuk menutupi tindakan tersebut, pihak "Warung Pojok" melakukan gugatan sehingga terkesan bahwa "Waroeng Podjok" melakukan plagiatisme.
atau mungkin juga setelah restoran "Warung Pojok" telah berdiri, pihak tersebut BARU tahu atau melihat ada nama restoran yang memiliki nama sama, sehingga menganggap bahwa restauran "Waroeng Podjok" melakukan plagiatisme dan menggencarkan serangan ke pihak "Waroeng Podjok".

Menurut saya, seharusnya hal ini tidak perlu dipermaslahkan. Mengingat walaupun nama mirip dan bergerak dibidang yang sama yaitu makanan, tapi belum tentu produk makanan yang dihasilkan dari setiap restaurant 100% sama. Juga mengingat di Indonesia, banyak produk atau nama-nama toko yang memiliki kemiripan dan bahkan produk yang dihasilkan sama tetapi tidak menjadi masalah. Yang hanya membedakan mungkin dari segi rasa. Nama mirip, produk sama, tapi rasa ada yang enak dan ada yang tidak. Jadi tidak masalah. Karena masyarakat/konsumen datang bukan berdasarkan nama toko tapi suasana tempat, kualitas produk yang baik tetapi harga terjangkau, letak yang strategis yang dicari masyarakat/konsumen.

Kemudian, mungkin letak kesalahan ada pada Ditjen HKI. Karena pada dasarnya, ketika ingin membuka usaha pasti ada perizinan terlebih dulu dan adanya pendataan. Seharusnya ketika ada yang mengajukan nama "Warung Pojok", pihak Ditjen HKI mencocokan dengan data yang ada apakah sudah ada nama toko yang sama atau mirip seperti itu dan bergerak di bidang yang sama yaitu makanan. Jika sama atau mirip, bisa ditolak atau pemberitahuan kepada pihak pendaftar nama bahwa nama tersebut telah dipakai. Sehingga dapat terhindari kasus-kasus penggugatan, adu domba, tari urat seperti ini.

Pemain & Perannya :
Baiq Mardiana Hikmawati: Jaksa
Dimas Prihantoro : Saksi
Ditya Prifiani : Saksi
Esa Rahmanda H : Saksi
Ida Ayu Krisna: Penggugat
Marshi Dwi Rahma : Saksi
Nadia Anastasia Putri: Tergugat
Oktarini Gintings: Hakim
Rahmat Dodi: Penasihat
Riki Apriadi: Penuntut Umum