Halaman

Jumat, 28 Juni 2013

Tugas Pengetahuan Lingkungan

A.                Pengertian AMDAL
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yaitu kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

B.                 Peraturan Gubernur Jawa Barat Tentang AMDAL
Mengingat peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838). Gubernur memutuskan dan menetapkan peraturan daerah propinsi jawa barat tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Penataan Hukum Lingkungan No 1 Tahun 2012. Pada Bab 1 Ketentuan, Bagian Kesatu Definisi Pasal 1 ayat 10 berbunyi “Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya” dan pada ayat 13 berbunyi “Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, dan pengawasan.”.
Peraturan Gubernur Jawa Barat tentang Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Penataan Hukum Lingkungan terdiri dari 15 bab. Pada bab 1 mengenai ketentuan umum, bab 2 mengenai kewenangan, bab 3 mengenai pengelolaan lingkungan hidup, bab 4 mengenai laboratorium lingkungan, bab 5 mengenai kerjasama dan kemitraan, bab 6 mengenai kelembagaan, bab 7 mengenai peran serta masyarakat, bab 8 mengenai perlindungan masyarakat hukum adat, bab 9 mengenai sistem informasi lingkungan hidup, bab 10 mengenai pembiayaan, bab 11 mengenai pembinaan, bab 12 mengenai pengawasan, bab 13 mengenai penegakan hukum lingkungan, bab 14 mengenai ketentuan peralihan, dan bab 15 mengenai ketentuan penutup. Gubernur Jawa Barat selain telah memutuskan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Penataan Hukum Lingkungan dan peraturan daerah propinsi Jawa Barat nomor 3 tahun 2004 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, juga melakukan perubahan atas peraturan daerah Jawa Barat nomor 5 Tahun 2008 tentang pengelolaan air tanah, lalu menetapkan peraturan daerah provinsi jawa barat nomor 11 tahun 2010 tentang penyelenggaraan kesehatan, salah satu bab berisi:
BAB XII KESEHATAN LINGKUNGAN
Pasal 49
(1)   Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
(2) Pemerintah Daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan.
(3) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
(4) Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bebas dari unsur-unsur yang menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain:
a.  limbah cair;
b.  limbah padat;
c.  limbah gas;
d.  sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Pemerintah;
e.  binatang pembawa penyakit;
f.  zat kimia yang berbahaya;
g.  kebisingan yang melebihi ambang batas;
h.  radiasi sinar pengion dan non pengion;
i.   air yang tercemar;
j.   udara yang tercemar; dan
k.  makanan yang terkontaminasi.

C.                Peraturan AMDAL Rumah Sakit Walikota Depok
Peraturan AMDAL mengenai rumah sakit, selain dibakukan dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan gubernur, peraturan AMDAL rumah sakit juga ditetapkan dalam wilayah kota. Berikut adalah peraturan Walikota Depok mengenai AMDAL rumah sakit.
BAB II
TATA CARA PERIZINAN FASILITAS KESEHATAN
Bagian Pertama
Rumah Sakit
Paragraf 1
Persyaratan Rumah Sakit
Pasal 3
(1)     Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian dan peralatan.
(2)     Rumah Sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah atau Swasta.
(3)     Rumah Sakit yang didirikan pihak swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berbentuk badan hukum berupa Perseroan Terbatas, kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang dicantumkan dalam Anggaran Dasarnya.
(4)     Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berbentuk badan hukum berupa yayasan atau perkumpulan, harus mencantumkan di dalam Anggaran Dasarnya kegiatan usaha di bidang perumahsakitan.

Paragraf 2
Lokasi Rumah Sakit
Pasal 4
(1)   Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
(2)   Ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, Upaya Pemantauan Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan/atau dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
(3)   Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan) 100 m2 setiap tempat tidur.
(4)   Luas tanah untuk rumah sakit dengan bangunan tidak bertingkat, minimal 1 ½ (satu setengah) kali luas bangunan dan untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai dasar. Luas tanah dibuktikan dengan akta kepemilikan tanah yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)   Aset Rumah Sakit berupa tanah dan bangunan hanya atas nama badan hukum pemegang/ pemohon izin operasional Rumah Sakit, sedangkan aset lainnya dapat atas nama bukan badan hukum.

Paragraf 3
Bangunan Rumah Sakit
Pasal 5
(1)   Bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 paling sedikit terdiri atas ruang:
a.  rawat jalan
b.  rawat inap
c.  gawat darurat
d.  operasi
e.  tenaga kesehatan
f.  radiologi
g.  laboratorium
h.  sterilisasi
i.   farmasi
(2)   Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi:
a.  persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung pada umumnya;
b.  persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi dan zonasi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.

Paragraf 4
Prasarana RS
Pasal 6
(1)   Prasana Rumah Sakit meliputi:
a.  instalasi air;
b.  instalasi mekanikal dan elektrikal;
c.  instalasi gas medik;
d.  instalasi uap;
e.  instalasi pengelolaan limbah;
f.  tempat penyimpanan sementara limbah medis;
g.  pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
h.  petunjuk, standard an sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat;
i.   instalasi tata udara;
j.   system informasi dan komunikasi;
k.  ambulans;
(2)   Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
(3)   Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
(4)   Pengoperasian dan pemeliharaan prasarana Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

Paragraf 5
Sumber Daya Manusia RS
Pasal 7
(1)   Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian dibidang perumahsakitan yang diperoleh melalui pendidikan/pelatihan manajemen perumahsakitan dan bekerja secara purna waktu.
(2)   Direktur utama, Direktur medis serta Direktur sumber daya manusia harus berkewarganegaraan Indonesia.
(3)   Setiap pergantian Direktur Utama, Direktur medis dan Direktur sumber daya manusia harus diberitahukan ke Dinas.
(4)   Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
(5)   Persyaratan sumber daya manusia yaitu Rumah Sakit harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non kesehatan.
(6)   Jumlah dan jenis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sesuai dengan jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.
(7)   Tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8)   Rumah Sakit dapat mempekerjakan tenaga kesehatan asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
(9)   Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih teknologi dan ilmu pengetahuan serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat.
(10) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.

Paragraf 6
Peralatan
Pasal 8
(1)   Persyaratan peralatan meliputi peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
(2)   Peralatan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
(3)   Peralatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
(4)   Penggunaan peralatan medis dan non medis di rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan indikasi medis pasien.
(5)   Pengoperasian dan pemeliharaan peralatan Rumah Sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
(6)   Pemeliharaan peralatan harus didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

Paragraf 7
Jenis RS
Pasal 9
(1)   Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.
(2)   Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(3)   Rumah sakit publik dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
(4)   Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

Paragraf 8
Klasifikasi RS
Pasal 10
(1)   Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi :
a.  Rumah Sakit Umum Kelas A;
b.  Rumah Sakit Umum Kelas B;
c.  Rumah Sakit Umum Kelas C;
d.  Rumah Sakit Umum Kelas D.
(2)   Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi :
a.  Rumah Sakit Khusus Kelas A;
b.  Rumah Sakit Khusus Kelas B;
c.  Rumah Sakit Khusus Kelas C;
(3)   Penetapan klasifikasi dan kelas rumah sakit sesuai dengan usulan pemohon dan ditetapkan oleh Kementerian atau Dinas.
(4)   Setiap Rumah Sakit harus memiliki izin.
(5)   Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas izin mendirikan Rumah Sakit dan izin operasional Rumah Sakit.
(6)   Izin mendirikan dan izin operasional rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan oleh pemilik rumah sakit.
(7)   Permohonan izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan menurut jenis dan klasifikasi Rumah Sakit.

Pasal 11
Jenis Rumah Sakit Khusus yang dapat diselenggarakan antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.

Paragraf 9
Izin Mendirikan RS
Pasal 12
(1)   Rumah sakit harus mulai dibangun setelah mendapatkan Izin Mendirikan Rumah Sakit.
(2)   Untuk memperoleh Izin Mendirikan, Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi :
a.  Fotokopi izin prinsip yang masih berlaku;
b.  Fotokopi KTP pemohon;
c.  Studi kelayakan yang sudah disahkan oleh Dinas Kesehatan;
d.  Master plan yang sudah disahkan oleh Dinas Kesehatan;
e.  fotokopi akta notaris badan hukum dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM;
f.  rekomendasi izin mendirikan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan;
g.  Fotocopy Izin Pemanfaatan Ruang (IPR);
h.  fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) fungsi sosial budaya;
i.   fotokopi Izin Gangguan (HO);
j.   Dokumen Upaya Pemantauan/Pengelolaan Lingkungan (UKL/ UPL, AMDAL) yang dilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi rumah sakit dan Izin Lingkungan yang disahkan oleh Walikota;
k.  Fotokopi hak atas tanah dan sertifikatnya, luas tanah untuk rumah sakit dengan bangunan tidak bertingkat, minimal 1 ½ (satu setengah) kali luas bangunan dan untuk bangunan bertingkat minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai dasar;
l.   Penamaan rumah sakit.
(3)   Penamaan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak boleh menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world class”, ”global” dan/atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran yang menyesatkan bagi masyarakat.
(4)   Penamaan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tetap memperhatikan norma etika, norma hukum dan ketertiban umum.
(5)   Persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi dari dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan survei untuk memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.
(6)   Pemilik rumah sakit mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kota dengan menggunakan Formulir RS I sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
(7)   Ceklist supervisi tercantum dalam formulir II Lampiran Peraturan ini.
(8) Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang unuk 1 (satu) tahun.
(9) Pemohon yang telah memperoleh izin mendirikan Rumah Sakit, apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimakud pada ayat (9) belum atau tidak melakukan pembangunan Rumah sakit, maka pemohon harus mengajukan izin baru sesuai ketentuan izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Paragraf 10
Izin operasional RS
Pasal 13
(1)   Untuk mendapatkan izin operasional, Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi :
a. Rekomendasi dari Dinas;
b. Memiliki izin mendirikan rumah sakit;
c. SK penetapan kelas dari Kemenkes atau berdasarkan kelas yang diajukan oleh pemohon;
d.  Sarana dan prasarana;
e.  Daftar peralatan rumah sakit;
f   Daftar tenaga medis, tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lain serta fotocopy Surat Izin Praktik/Surat Izin Kerja masing-masing;
g.  Daftar tenaga non kesehatan;
h.  Denah lokasi dengan situasi sekitarnya dan denah bangunan;
i.   Struktur Organisasi Rumah Sakit;
j.   Dokumen Peraturan Internal Rumah Sakit;
k.  Dokumen Standar Prosedur Operasional.
(2)   Dalam hal berdasarkan penilaian, rumah sakit telah memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan klasifikasi yang dimohonkan, dinas memberikan rekomendasi kepada BPMP2T untuk memberikan izin operasional sesuai dengan klasifikasi yang dimohonkan.
(3)   Dalam hal berdasarkan penilaian, rumah sakit belum memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan klasifikasi yang dimohonkan, maka dinas memberikan rekomendasi kepada BPMP2T untuk menolak pemberian izin operasional yang disertai dengan alasan penolakan.
(4)   Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
(5)   Dalam rangka pengawasan pemenuhan persyaratan, sewaktu-waktu dinas dapat melakukan penilaian ulang izin operasional yang telah diberikan.
(6)   Permohonan perpanjangan izin operasional harus dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum jangka waktu izin berakhir.
(7)   Setiap Rumah Sakit yang telah mendapatkan izin operasional harus diregistrasi dan diakreditasi.
(8)   Berkas permohonan izin operasional tercantum dalam formulir III.
(9)   Berita acara pemeriksaan izin operasional rumah sakit tercantum dalam formulir IV.
(10) Format Izin Operasional.

Paragraf 11
Perubahan Izin Operasional Rumah Sakit
Pasal 14
(1)   Setiap Rumah Sakit dapat mengajukan permohonan perubahan izin operasional secara tertulis.
(2)   Perubahan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila terjadi perubahan :
a.  Status kepemilikan;
b.  Jenis rumah sakit;
c.  Nama rumah sakit; dan/atau
d.  Klasifikasi rumah sakit.
(3)   Perubahan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan :
a.  Rekomendasi dari Dinas;
b.  Profil dan data Rumah Sakit;
c.  Surat pernyataan dari pemilik terkait pengajun perubahan izin operasional.
(4)   Dalam hal perubahan izin operasional dilakukan karena terjadinya perubahan klasifikasi rumah sakit, maka selain melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon wajib menyertakan isian instrumen Self Assessment kelas rumah sakit dalam hal terjadi perubahan kelas.

Paragraf 12
Pencabutan Izin RS
Pasal 15
(1)   Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:
a.  habis masa berlakunya;
b.  tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;
c.  terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;
d.  atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.
(2)   Rumah sakit dapat diturunkan statusnya menjadi klinik bila sampai waktu yang ditentukan tidak memenuhi persyaratan dan standar sesuai peraturan perundang-undangan.

Paragraf 13
Bentuk Fungsi Sosial Rumah Sakit
Pasal 16
(1)   Pelaksanaan fungsi sosial rumah sakit swasta yang wajib dilaksanakan meliputi :
a. disediakannya dan digunakan sejumlah tertentu dari tempat tidur untuk perawatan kelas III/ kelas terendah;
b.  Pembebasan biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu (tidak boleh menolak pasien jamkesmas/ jamkesda/ jampersal);
c.  Adanya pengaturan tarif pelayanan yang memberikan keringanan bagi masyarakat kurang mampu sesuai pola tarif nasional dan pagu tarif maksimal daerah;
d.  Pelayanan gawat darurat dalam 24 jam tanpa mempersyaratkan uang muka, tetapi mengutamakan pelayanan;
e.  Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan program pemerintah di bidang kesehatan;
f. Keikutsertaan dalam penanggulangan bencana alam nasional ataupun lokal dan melakukan bakti sosial.
(2)   Penentuan jumlah dan tersedianya tempat tidur kelas III/ kelas terendah untuk masyarakat yang kurang mampu/tidak mampu, ditetapkan sebagai berikut :
a. rumah sakit swasta yang dimiliki yayasan, perhimpunan, perkumpulan sosial dan rumah sakit BUMN yang melayani pasien umum minimal 25% dari jumlah tempat tidur;
b.  rumah sakit swasta yang dimiliki pemilik modal minimal 10 % dari jumlah tempat tidur.
(3)   Pembebasan atau keringanan biaya pelayanan kesehatan oleh rumah sakit swasta dalam rangka fungsi sosialnya dilaksanakan berdasarkan surat keterangan kurang/tidak mampu atau bukti lain yang mendukung.

Sumber:
http://www.bphn.go.id/data/documents/12pdprovjabar001.pdf
http://www.bphn.go.id/data/documents/08pdprovjabar023.pdf
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/P_JABAR_8_2012.pdf
http://diskes.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/Perda_No.11_Tahun_2010_.pdf
http://depok.go.id/perda/2011/Berita%20Daerah%20Pengelolaan%20Keuangan%20BLUD.pdf