Halaman

Rabu, 21 September 2011

Hal Terkait Mengenai Pemenggalan Kepala Patung Di Purwakarta


Dengan alasan bahwa patung yang didirikan oleh pemerintah Purwakarta tidak sesuai dengan identitas masyarakat setempat yang religius, sekelompok massa melakukan tindakan anarkis dengan menghancurkan patung-patung tokoh pewayangan.
Hal ini bukanlah kejadian pertama di Purwakarta, pada tahun lalu, menurut pemberitaan Kompas.com, sekelompak massa juga pernah menghancurkan patung Bima yang dibangun oleh pemkot Purwakarta.
Massa yang marah tersebut menggunakan tali, kapak serta palu menghancurkan patung-patung tersebut, bahkan mereka membakarnya.
Dalam sebuah percakapan, KH Abdullah Joban, ketua forum cabang Purwakarta, mendesak pihak administrasi untuk menghancurkan patung itu, dengan mengklaim bahwa “patung itu bertentangan dengan identitas islamik kota itu.”

Patung raksasa Bima itu berdiri di Jalan Baru di Nagri Kaler yang merupakan sub distrik Purwakarta. Dalam pernyataan resminya kepada pihak administrasi, Forum Ulama mengklaim bahwa patung Bima itu memberikan dampak negatif terhadap publik karena itu adalah sebuah imej dari figur yang hanya eksis dalam “keyakinan tahayul” masyarakat.

“Ini adalah sebuah cara untuk menghilangkan patung itu dari keyakinan tahayul. Dari sudut pandang ekonomi, patung ini hanya buang-buang uang dan dari sudut pandang hukum, patung ini menyebabkan ketidaknyamanan bagi masyarakat umum,” kata Abdullah. Ia kemudian menambahkan bahwa patung itu harus diganti dengan sebuah figur Islamik. Kepala distrik Purwakarta, Dedi Mulyadi tampaknya masih memiliki 2 lagi patung yang merupakan patung bernuansa pewayangan Jawa, yang didirikan di daerah itu.
Akan tetapi menurut Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, tidak seluruh masyarakat Purwakarta menentang pembangunan patung-patung yang ditempatkan sebagai fasilitas publik tersebut.
"Sejak taman kota, ruang publik, dan kawasan diperbaiki, semakin banyak warga yang datang untuk menghabiskan waktu berolahraga, bersantai, atau sekadar berfoto. Saya yakin lebih banyak warga yang mendukung keberadaan patung dan taman-taman itu," demikian ungkap Dedi, Senin (19/9).
Pemerintah Kota Purwakarta membangun beberapa patung tokoh pewayangan seperti Bima, Gatotkaca, Arjuna, Nakula dan Semar, yang menurut Dedi dananya berasal dari sumbangan dana tokok masyarakat dan warga. Untuk itu Dedi mendorong agar aparat hukum menindak para pelaku perusakan.
Perusakan sarana umum tentu saja merupakan tindakan kriminal yang harus ditindak tegas oleh pihak aparat, terlebih lagi ini bukan peristiwa pertama. Lagipula tokoh pewayangan merupakan warisan budaya Indonesia, bahkan dalam sejarah penyebaran agama di Indonesia, tokoh pewayangan sering digunakan untuk menjangkau masyarakat terutama di pulau Jawa. Sungguh disayangkan jika akhirnya ada sekelompok masyarakat yang menyatakan dirinya masyarakat religius namun bertindak anarkis dan tidak menghargai kebudayaan yang merupakan warisan nenek moyang negeri ini.
Sumber ; Kompas.com/VM
Koran Tempo

1 komentar:

  1. Semua baik...yang mendirikan patung dan menghancurkan patung, kita serahkan aja ke yang maha kuasa dan maha mengetahui...kita ambil hikmah kejadian ini sebagai pembelajaran ke arah yang lebih baik ..ya.(wong kita masih manusia biasa kok)

    BalasHapus